Senin, 26 Juli 2010

Demam Chikungunya

oleh: Eppy (Bagian Penyakit Dalam RS Persahabatan Jakarta)
Dikutip dari Jurnal Kedokteran MEDICINUS

Pendahuluan
Demam chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes. Berbeda dengan demam berdarah dengue, pada demam chikungunya tidak ditemukan adanya perdarahan hebat, syok, maupun kematian. Manifestasi klinisnya berlangsung antara 3-10 hari, yang ditandai oleh demam,
Nyeri sendi, nyeri otot, ruam makulopapuler, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, limfadenopati servikal, dan fotofobia. Penyakit ini bersifat self-limiting, sehingga tidak ada terapi spesifik, hanya suportif dan simtomatik.

Epidemiologi
Distribusi geografis demam chikungunya saat ini meliputi daerah tropis Subsahara Afrika (termasuk Afrika Barat, Tengah dan Selatan), Asia, serta Amerika Selatan. Berbagai wabah demam chikungunya dilaporkan terjadi selama abad ke-20 lalu.5 Infeksi chikungunya juga terdokumentasi secara serologis di Afrika, India, dan Asia Tenggara.

Etiologi
Demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), yang disebut juga Buggy Creek virus. Virus ini termasuk dalam genus Alphavirus dari famili Togaviridae. Selain virus chikungunya,terdapat juga anggota Alphavirus lainnya yang dapat menyebabkan demam, ruam, dan artralgia, seperti virus O’nyong-nyong, Mayaro, Barmah Forest, Ross River, dan Sindbis. Virus chikungunya paling dekat hubungannya dengan virus O’nyong-nyong, meskipun secara genetik berbeda.1 Virus chikungunya terdiri dari 1 molekul single strand RNA, yang dibungkus oleh membran lipid, berbentuk spherical dan pleomorphic,dengan diameter ± 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan glikoprotein, yang terdiri dari 2 protein virus berbentuk heterodimer. Nucleocapsids virus ini isometrik dengan diameter 40 nm.1 Sekuens genom lengkapnya terdiri dari 11.805 nukleotida.8 Virus ini berkembangbiak dalam sitoplasma sel inangnya.
Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virus ini berpindah dari satu penderita ke penderita lain melalui gigitan nyamuk, terutama dari genus Aedes, seperti Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti (yang juga menularkan demam dengue dan demam kuning) merupakan vektor utama untuk demam chikungunya. Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa.

Patogenesis
Virus chikungunya ditemukan dalam kelenjar nyamuk vektor. Jumlah virus yang dapat memperbanyak diri pada nyamuk dari berbagai strain sangat bervariasi, yakni antara 1046–1074 PFU setiap nyamuk.Pada manusia, virus chikungunya sudah dapat menimbulkan
penyakit dalam 2 hari sesudah gigitan nyamuk. Penderita mengalami viremia yang tinggi dalam 2 hari pertama sakit. Viremia berkurang pada hari ke-3 atau ke-4 demam, dan biasanya menghilang pada hari ke-5. Silent infection dapat terjadi, akan tetapi bagaimana hal itu bisa terjadi belum dapat dimengerti.
Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali. Infeksi akut ditandai dengan timbulnya IgM terhadap IgG antichikungunya yang diproduksi sekitar 2 minggu sesudah infeksi.

Manifestasi Klinis
Demam chikungunya merupakan infeksi viral akut dengan onset mendadak.1,6 Masa inkubasinya berkisar antara 2-20 hari, namun biasanya 3-7 hari. Manifestasi klinis berlangsung 3-10 hari, yang ditandai oleh demam, nyeri sendi (artralgia), nyeri otot (mialgia), rash (ruam) makulopapuler, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, limfadenopati servikal,dan fotofobia.
Demam timbul mendadak tinggi, biasanya sampai 39-40°C, disertai menggigil intermiten.
Fase akut ini menetap selama 2 atau 3 hari. Temperatur dapat kembali naik selama 1 atau 2 hari sesudah suatu gap selama 4-10 hari, menghasilkan kurve demam pelana kuda (saddle back fever curve).
Nyeri sendi biasanya berat, dapat menetap,mengenai banyak sendi (poliartikular), berpindah-pindah, terutama pada sendi-sendi kecil tangan (metakarpofalangeal), pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki dan kaki dengan gejala yang lebih ringan pada sendi-sendi yang lebih besar. Karena rasa nyeri yang hebat, penderita seolah sampai tidak dapat berjalan. Gejala-gejala akut nyeri sendi umumnya berlangsung tidak lebih dari 10 hari. Pasien dengan manifestasi artikuler yang lebih ringan biasanya bebas gejala dalam beberapa mingggu, tetapi pada kasus-kasus yang lebih berat memerlukan waktu beberapa bulan untuk menghilang seluruhnya.
Karena gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, maka ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Kulit dan konjungtiva juga tampak memerah. Petekia atau ruam makulopapuler dapat dijumpai pada awal atau setelah beberapa hari perjalanan penyakit. Biasanya timbul bersamaan dengan penurunan demam yang biasanya terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 sakit. Ruam paling banyak dijumpai pada lengan dan tungkai, serta dapat
berskuama.
Selama penyakit akut, sebagian besar pasien mengeluh sakit kepala, tetapi biasanya tidak berat. Fotofobia ringan dan nyeri retro-orbita juga dapat terjadi. Injeksi konjungtiva juga terlihat pada beberapa kasus. Pada beberapa pasien didapatkan adanya faringitis. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas juga bisa dijumpai. Kadangkadang timbul rasa mual sampai muntah. Uji torniquet jarang didapatkan positif. Pada beberapa pasien dapat terjadi perdarahan minor seperti epistaksis atau perdarahan gusi.

Diagnosis
Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan aglutinasi/HI (Charles & Casals), complement fixation/CF (Futton & Dumbell), dan serum netralisasi; tes serologi modern dengan tehnik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay); tehnik super modern dengan pemeriksaan PCR; serta teknik yang paling baru dengan RT-PCR (2002).
Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat tergantung pada penemuan peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya pada serum yang diambil saat hari ke-5 demam tidak ditemukan antibodi HI, CF ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi
dan HI baru ditemukan pada serum yang diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul. Diagnosis yang akurat dapat diperoleh dari serum yang diambil sesudah sakit dengan metode IgM capture ELISA. Isolasi virus dapat dibuat dengan menyuntikan serum akut dari kasus tersangka pada mencit atau kultur jaringan.1,8
Diagnosis pasti adanya infeksi virus chikungunya ditegakkan bila didapatkan salah satu hal berikut:
1. Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi
(HI)
2. Virus chikungunya (CHIKV) pada isolasi virus
3. IgM capture ELISA
Diagnosis serologi dapat ditegakkan bila didapatkan peningkatan kadar antibodi 4 kali lipat antara serum fase akut dan konvalesensi atau didapatkannya antibodi IgM spesifik terhadap virus chikungunya (CHIKV). Tes serodiagnostik memperlihatkan peningkatan titer IgG CHIKV 4 kali lipat antara serum fase akut dan konvalesen. Akan tetapi, pengambilan serum berpasangan biasanya tidak dilakukan. Sebagai alternatif, dapat dilakukan pemeriksaan IgM spesifik terhadap virus chikungunya pada serum fase akut bila serum berpasangan tidak dapat dikumpulkan. Tes yang biasa digunakan
adalah IgM capture ELISA (MAC-ELISA). Hasil MAC-ELISA dapat diperoleh dalam 2-3 hari. Reaksi silang dengan antibodi Flavivirus, seperti O’nyong-nyong dan Semliki Forest terjadi pada pemeriksaan MAC-ELISA. Akan tetapi virus-virus tersebut relatif jarang di Asia Tenggara. Bila diperlukan konfirmasi lebih lanjut dapat dilakukan tes
neutralisasi dan Hemagglutination Inhibition Assay (HIA).
Isolasi virus merupakan tes definitif terbaik. Untuk pemeriksaan ini diperlukan whole blood sebanyak 2-5 ml yang dimasukkan dalam tabung berheparin. Sampel diambil saat minggu pertama sakit, dibawa dengan es ke laboratorium. Virus chikungunya akan
memberikan efek cytopathic terhadap berbagai dinding sel seperti sel BHK-21, HeLa dan Vero. Efek cytopathic itu harus dikonfirmasi dengan antiserum spesifik dan hasilnya dapat diperoleh dalam 1-2 minggu. Isolasi virus dilakukan di laboratorium BSL-3 untuk mengurangi risiko transmisi virus.1,8 Pemeriksaan kultur virus yang positif dilengkapi dengan neutralisasi memberikan diagnosis definitif adanya virus chikungunya.

Penatalaksanaan
Penyakit ini bersifat self-limiting sehingga tidak ada terapi spesifik, hanya suportif dan simtomatik, yakni dengan istirahat, analgetik non-aspirin (ibuprofen,
naproksen, natrium diklofenak, atau parasetamol), pemberian cairan (atasi dehidrasi), makanan bergizi serta mengatasi kejang.
Untuk memperbaiki keadaan umum, penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar. Pemberian vitamin diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga dianjurkan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat selama demam. Belum ada antiviral untuk virus chikungunya. Penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat.
Masa konvalesen dapat berlangsung lama (1 tahun atau lebih) sehingga diperlukan obat antiinflamasi non-steroid jangka panjang dan rehabilitasi. Pemberian aspirin sebaiknya dihindari karena akan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan ataupun sindrom Reye. Pemberian steroid juga tidak dianjurkan.1 Pada artritis refrakter yang tidak berkurang dengan pemberian obat antiinflamasi non-steroid, klorokuin 250 mg direkomendasikan.1,8 Dalam uji terbuka, klorokuin dapat memperbaiki gejala pasien dengan artritis kronik sesudah infeksi virus chikungunya, tetapi perlu dibuktikan menggunakan uji dengan kontrol.

Prognosis
Prognosis penderita demam chikungunya cukup baik sebab penyakit ini tidak menimbulkan kematian. Belum ada penelitian yang secara jelas memperlihatkan bahwa demam chikungunya dapat secara langsung menyebabkan kematian. Karena infeksi virus chikungunya baik klinis ataupun silent akan memberikan imunitas seumur hidup, maka penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuatnya kebal terhadap serangan virus ini di kemudian hari.

Senin, 28 Juni 2010

Sumpah Dokter Muslim Indonesia



SAYA BERSUMPAH DENGAN NAMA ALLAH YANG MAHA BESAR :

Mengingat Allah dalam menjalankan profesi saya.

Melindungi jiwa manusia dengan semua tahapan dan semua keadaan.

Melakukan semampu mungkin untuk menyelamatkan dari kematian,penyakit,dan kecemasan.

Memelihara kemuliaan manusia,menutupi pribadinya dan menyimpan kerahasiaannya.

Dalam segala hal menjadi alat dari rahmat Allah memberikan perawatan kedokteran pada yang dekat dan yang jauh,yang taat dan yang berdosa, serta teman maupun lawan.

Berjuang mengejar ilmu dan mempergunakannya.

Menghormati guru saya dan mengajari sejawat saya yang masih muda dan menjadikan saudara bagi setiap anggota profesi kedokteran yang bersatu dalam kesuciaan dan amal.

Memelihara kepercayaan saya dalam beribadah dan dalam masyarakat, menghindari dari segala yang dapat menodai saya di mata Allah, nabi-Nya dan orang yang seakidah dengan saya.

Semoga Allah menjadi saksi terhadap sumpah ini

Senin, 14 Juni 2010

Kode Etik Kedokteran Indonesia (KODEKI)

KEWAJIBAN UMUM

Pasal 1
Setiap dokter harus menjunjung tinggi, menghayati dan mengamalkan Sumpah Dokter.

Pasal 2
Seorang dokter harus senantiasa berupaya melakukan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi.

Pasal 3
Dalam melakukan pekerjaan kedokterannya, seorang dokter tidak boleh dipengaruhi oleh sesuatu yang mengakibatkan hilangnya kebebasan dan kemandirian profesi.

Pasal 4
Setiap dokter harus menghindarkan diri dari perbuatan yang bersifat memuji diri sendiri.

Pasal 5
Tiap perbuatan atau ansehat yang mungkin melemahkan daya tahan psikis maupun fisik hanya diberikan untuk kepentingan dan kebaikan pasien, setelah memperolah persetujuan pasien.

Pasal 6
Setiap dokter harus senantiasa berhati-hati dalam mengumumkan dan menerapkan setiap penemuan teknik atau pengobatan baru yang belum diuji kebenarannya dan hal-hal yang dapat menimbulkan keresahan masyarakat.

Pasal 7
Seorang dokter hanya memberi keterangan atau pendapat yang telah diperiksa sendiri kebenarannya.

Pasal 7a
Sepramg dokter harus, dalam setiap praktek medisnya, memberikan pelayanan medis yang kompeten dengan kebebasan teknis dan moral sepenuhnya, disertai rasa kasih sayang (compassion) dan penghormatan atas martabat manusia.

Pasal 7b
Seorang dokter harus bersikap jujur dalam berhubugnan dengan pasien dan sejawatnya, dan berupaya untuk mengingatkan sejawatnya yang dia ketahui memiliki kekurangan dalam karakter atau kompetensi, atau yang melakukan penipuan atau penggelapan, dalam menangani pasien.

Pasal 7c
Seorang dokter harus menghormati hak-hak pasien, hak-hak sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan lainnya, dan harus menjaga kepercayaan pasien.

Pasal 7d
Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani.

Pasal 8
Dalam melakukan pekerjaannya, seorang dokter harus memperhatikan kepentingan masyarakat dan memperhatikan semua aspek pelayanan kesehatan yang menyeluruh (promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif), baik fisik maupun psiko-sosial, serta berusaha menjadi pendidik dan pengabdi masyarakat yang sebenar-benarnya.

Pasal 9
Setiap dokter dalam bekerja sama dangan para pejabat dibidang kesehatan dan bidang lainnya serta masyarakat, harus saling menghormati.


KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP PASIEN

Pasal 10
Setiap dokter wajib bersikap tulus ikhlas dan mempergunakan segala ilmu dan ketrampilannya untuk kepentingan penderita. Dalam hal ia tidak mampu melakukan SUATU permeriksaan atau pengobatan, maka atas persetujuan pasien, ia wajib merujuk penderita kepada dokter lain yang mempunyai keahlian dalam penyakit tersebut.

Pasal 11
Setiap dokter harus memberikan kesempatan kepada penderita agar senantiasa dapat berhubungan dengan keluarga dan penasehatnya dalam beribadat dan atau dalam masalah lainnya

Pasal 12
Setiap dokter wajib merahasiakan segala sesuatu yang diketahui tentang seorang penderita, bahkan juga setelah penderita itu meninggal dunia.

Pasal 13
Setiap dokter wajib melakukan pertolongan darurat sebagai suatu tugas perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin ada orang lain bersedia dan mampu memberikannya.


KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP TEMAN SEJAWAT

Pasal 14
Setiap dokter memperlakukan teman sejawatnya sebagaimana ia sendiri ingin diperlakukan.

Pasal 15
Setiap dokter tidak boleh mengambil alih penderita dari teman sejawatnya, kecuali dengan persetujuan atau berdasarkan prosedur yang etis.


KEWAJIBAN DOKTER TERHADAP DIRI SENDIRI

Pasal 16
Setiap dokter harus memelihara kesehatannya, supaya dapat bekerja dengan baik.

Pasal 17
Setiap dokter hendaklah senantiasa mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan tetap setia kepada citacitanya yang luhur.

Minggu, 30 Mei 2010

Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)


Patogenesis penyebaran epitop pada ITP


megatrombosit pada morfologi darah tepi


Gambaran sumsum tulang memperlihatkan megakariosit


Definisi
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP) merupakan kelainan autoimun akibat adanya pengikatan trombosit oleh autoantibodi sehingga menyebabkan destruksi trombosit secara dini oleh sistem retikuloendotelium yang mengakibatkan trombositopenia (Purwanto, 2009).

Etiologi
Bukti-bukti ilmiah yang ditemukan saat ini menunjukkan bahwa ITP terjadi karena destruksi trombosit oleh proses imunologi (autoimun) yang mengakibatkan penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) (Lee & Wintrobe, 1993). Adanya trombositopenia ini dapat mengakibatkan terganggunya sistem hemostatis, karena trombosit merupakan komponen yang berperan penting dalam hemostatis yang bekerjasama dengan faktor-faktor koagulasi lainnya di dalam vaskular (Guyton, 2008).

Patogenesis
Pada mulanya glikoprotein IIb/IIIa yang terdapat pada membran trombosit yang dianggap sebagai antigen oleh autoantibodi (IgG) akan diopsonisasi, namun pada tahap ini belum ada antibodi yang mengenali glikoprotein lainnya seperti Ib/IX. Trombosit yang telah dilingkupi oleh autoantibodi ini akan berikatan dengan sel penyaji antigen (APC) misalnya makrofag atau sel dendritik pada reseptor Fcɤ dan mengalami internalisasi dan degradasi. Selain merusak glikoprotein IIb/IIIb, APC juga akan memproduksi epitop kriptik dari glikoprotein trombosit lainnya. APC yang teraktivasi akan mengekspresikan peptida baru pada permukaan selnya dengan bantuan konstimulasi (interaksi antara CD 154 dan CD 40) dan sitokin yang fungsinya memfasilitasi proliferasi inisiasi CD4+ T Cell clone (T-Cell clone-1) dan spesifitas tambahan (T-Cell clone-2). Sel B sebagai reseptor sel immunoglobulin, selain meningkatkan produksi antiglikoprotein IIb/IIIa antibodi (oleh B-Cell clone-1) juga akan menginduksi proliferasi dan sintesis antiglikoprotein Ib/IX antibodi (oleh B-Cell clone-2) (Purwanto, 2009).

Klasifikasi
1. ITP Akut
ITP akut lebih sering diderita oleh anak-anak dibandingkan orang dewasa. Onset penyakit biasanya mendadak. Pada anak-anak penderita ITP juga ditemukan eksantem dan penyakit saluran nafas oleh virus yang mengawali terjadinya perdarahan berulang. Selain itu ITP akut biasanya bersifat self limiting (Purwanto, 2009).
2. ITP Kronis
Pada ITP kronis yang biasanya diderita oleh orang dewasa memiliki onset penyakit yang tidak menentu dengan riwayat perdarahan mulai dari ringan hingga berat. Infeksi dan perbesaran lien jarang terjadi. Perjalanan klinis pada ITP kronis bersifat fluktuatif (Purwanto, 2009). ITP kronis lebih sering terjadi dengan insidensi tertinggi pada wanita dengan usia antara 15-50 tahun (Hoffbrand, 2005).

Manifestasi Klinis
Berat dan frekuensi perdarahan berkorelasi dengan jumlah trombosit (Purwanto, 2009).
1. AT > 50.000/mL, biasanya asimtomatik.
2. AT 30.000-50.000/mL, biasanya terdapat luka memar/hematom.
3. AT 10.000-30.000/mL, terdapat perdarahan spontan, menoragia, dan perdarahan memanjang apabila ada luka.
4. AT < 10.000/mL, terjadi perdarahan mukosa seperti epistaksis, perdarahan gastrointestinal, dan genitourinaria

Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan darah rutin
Pada pemeriksaan darah rutin sering terjadi penurunan jumlah trombosit (trombositopenia) antara 10.000 – 50.000/mmk (Bakta, 2007).
2. Morfologi darah tepi
Pemeriksaan pada darah tepi sering ditemukan gambaran trombosit berukuran besar (megatrombosit)
3. Pemeriksaan sumsum tulang
Pada sumsum tulang dijumpai peningkatan jumlah megakariosit imatur dan agranuler yang tidak mengandung trombosit
4. Uji penapisan koagulasi
Pada uji penapisan koagulasi ditemukan masa perdarahan (bleeding time) memanjang, tetapi masa pembekuan (clotting time), activated partial thromboplastin time (APTT), dan plasma prothrombin time (PPT) normal (Alpers, 2007; Latief 2005)
5. Pemeriksaan imunologi
Pada pemeriksaan imunologi dapat pula ditemukan adanya antiplatelet IgG pada permukaan trombosit atau dalam serum, yang lebih spesifik yaitu antibodi terhadap Gp IIb/IIIa dan Gp Ib (Bakta,2007)

Penatalaksanaan
1. Terapi awal (standar)
a. Kortikosteroid (Prednison)
Pemberian prednison (atau prednisolon) dengan dosis 1-1,5 mg/kgBB/hari selama 2 minggu. Kriteria respon awalnya adalah peningkatan AT ≥ 30.000/µL, AT ≥ 50.000/µL setelah terapi 10 hari, atau berhentinya perdarahan.
b. Immunoglobulin intravena (IgIV)
IgIV diberikan dengan dosis 1 g/kg/hari selama 2-3 hari berturut-turut apabila terdapat perdarahan internal, saat AT < 5.000/µL setelah pemberian kortikosteroid, atau adanya purpura yang progresif.
c. Splenektomi
Tujuan splenektomi adalah menghilangkan tempat antibody yang merusak trombosit dan menghilangkan produksi antibodi antitrombosit. Splenektomi dilakukan apabila terjadi kegagalan respon kortikosteroid dengan indikasi yaitu:
1. Bila AT < 5.000/µL setelah 4 minggu setelah terapi.
2. AT tidak menjadi normal setelah 6-8 minggu terapi.
3. AT normal tetapi menurun bila dosis dikurangi (tapering off).

2. Terapi lini kedua
a. Steroid dosis tinggi
Dapat digunakan deksametason dengan dosis 40 mg/hari diulang tiap 28 hari untuk 6 siklus. Respon yang baik akan meningkatkan AT > 100.000/µL.
b. Metilprednisolon
Metilprednisolon dosis tinggi dapat diberikan pada pasien yang resisten terhadap terapi prednison dosis konvensional. Metilprednisolon diberikan secara intravena dengan dosis 30 mg/hari. Dosis diturunkan tiap 3 hari sampai dosis 1 mg/hari.
c. IgIV dosis tinggi
Immunoglobulin diberikan secara intravena dengan dosis 1 mg/kg/hari selama 2 hari berturut-turut.
d. Anti-D intravena
Dosis anti-D yaitu 50-75 µg/kg/hari dan diberikan secara intravena. Mekanisme kerjanya yaitu bersaing dengan autoantibodi dengan cara memblokade Fc reseptor.
e. Alkaloid vinka
Misalnya pemberian vinblastin dengan dosis 5-10 mg atau Vinkristin dosis 1-2 mg secara intravena setiap minggu selama 4-6 minggu.
f. Danazol
Danazol memiliki respon yang lambat dan diberikan dengan dosis 200 mg p.o 4x sehari selama sedikitnya 6 bulan. Apabila respon baik, pemberian diteruskan hingga dosis maksimal selama 1 tahun dan diturunkan 200 mg/hari setiap 4 bulan.
g. Imunosupresif dan kemoterapi kombinasi
Imunosupresif diberikan pada pasien yang gagal merespon terapi lainnya. Siklofosfamid 50-100 mg p.o atau 200 mg i.v per bulan atau azathioprin 50-100 mg p.o dapat digunakan sebagi terapi tunggal selama 3 bulan. Untuk terapi kombinasi dapat menggunakan siklofosfamid, vinkristin, dan prednisolon.
h. Dapsone
Dapsone dengan dosis 75 mg p.o per hari. Respon terjadi dalam 2 bulan.

DAFTAR PUSTAKA
Alpers, A. et al., 2006. Buku Ajar Pediatri Rudolph Vol.2 (edisi 20). A. Samik wahab et al. (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.
Bakta, I Made, 2007. Hematologi Klinik Ringkas. EGC, Jakarta.
Behrman, R.E. et al, 2004. Nelson Textbook of Pediatrics. Elsevier Science, Philadelphia.
Guyton, A.C., Hall, J.E., 2008. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran (edisi 11). Irawati et al (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.
Gernsheimer, Therry. Chronic Idiopathic Thrombocytopenic Purpura: Mechanisms of Pathogenesis, The Oncologist.2009;14:12-21.
Hoffbrand, A.V. et al, 2005. Kapita Selekta Hematologi. Lyana Setiawan (Alih Bahasa), EGC, Jakarta.
Latief, Abdul et al, 2005. Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Lee, G.R., Wintrobe, M.M., 1993. Wintrobe’s Clinical Hematology (9th ed). Lea & Febiger, Philadelphia.
Purwanto, Ibnu, 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid 2. Pusat Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta.
Uchiyama, Michihiro et al. Acute Idiopathic Thrombocytopenic Purpura Complicated with Diffuse Alveolar Hemorrhage in an Elderly Patient, Internal Medicine.2009;48:1449-1452.

Sabtu, 27 Februari 2010

Kanker Serviks



Oleh: Fürst Edwin Klug (Teman di Facebook)

Kanker serviks atau kanker leher rahim (sering juga disebut kanker mulut rahim) merupakan salah satu penyakit kanker yang paling banyak terjadi bagi kaum wanita. Setiap satu jam, satu wanita meninggal di Indonesia karena kanker serviks atau kanker leher rahim ini. Fakta menunjukkan bahwa jutaan wanita di dunia terinfeksi HPV, yang dianggap penyakit lewat hubungan seks yang paling umum di dunia.
Di Indonesia, setiap satu jam, satu wanita meninggal karena kanker serviks
Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), infeksi ini merupakan faktor risiko utama kanker leher rahim. Setiap tahun, ratusan ribu kasus HPV terdiagnosis di dunia dan ribuan wanita meninggal karena kanker serviks, yang disebabkan oleh infeksi itu. Mengingat fakta yang mengerikan ini, maka berbagai tindakan pencegahan dan pengobatan telah dibuat untuk mengatasi kanker serviks atau kanker leher rahim.

Kanker serviks atau kanker leher rahim terjadi di bagian organ reproduksi seorang wanita. Leher rahim adalah bagian yang sempit di sebelah bawah antara vagina dan rahim seorang wanita. Di bagian inilah tempat terjadi dan tumbuhnya kanker serviks. Apa penyebab kanker serviks atau kanker leher rahim? Bagaimana cara pencegahannya? Serta bagaimana cara mengatasinya jika sudah terinfeksi HPV?

HPV

Kanker serviks disebabkan infeksi virus HPV (human papillomavirus) atau virus papiloma manusia. HPV menimbulkan kutil pada pria maupun wanita, termasuk kutil pada kelamin, yang disebut kondiloma akuminatum. Hanya beberapa saja dari ratusan varian HPV yang dapat menyebabkan kanker. Kanker serviks atau kanker leher rahim bisa terjadi jika terjadi infeksi yang tidak sembuh-sembuh untuk waktu lama. Sebaliknya, kebanyakan infeksi HPV akan hilang sendiri, teratasi oleh sistem kekebalan tubuh.

Penyebab dan Gejala Kanker Serviks
Kanker serviks menyerang daerah leher rahim atau serviks yang disebabkan infeksi virus HPV (human papillomavirus) yang tidak sembuh dalam waktu lama. Jika kekebalan tubuh berkurang, maka infeksi HPV akan mengganas dan bisa menyebabkan terjadinya kanker serviks. Gejalanya tidak terlalu kelihatan pada stadium dini, itulah sebabnya kanker serviks yang dimulai dari infeksi HPV dianggap sebagai "The Silent Killer".
Beberapa gejala bisa diamati meski tidak selalu menjadi petunjuk infeksi HPV. Keputihan atau mengeluarkan sedikit darah setelah melakukan hubungan intim adalah sedikit tanda gejala dari kanker ini. Selain itu, adanya cairan kekuningan yang berbau di area genital juga bisa menjadi petunjuk infeksi HPV. Virus ini dapat menular dari seorang penderita kepada orang lain dan menginfeksi orang tersebut. Penularannya dapat melalui kontak langsung dan karena hubungan seks.
Ketika terdapat virus ini pada tangan seseorang, lalu menyentuh daerah genital, virus ini akan berpindah dan dapat menginfeksi daerah serviks atau leher rahim Anda. Cara penularan lain adalah di closet pada WC umum yang sudah terkontaminasi virus ini. Seorang penderita kanker ini mungkin menggunakan closet, virus HPV yang terdapat pada penderita berpindah ke closet. Bila Anda menggunakannya tanpa membersihkannya, bisa saja virus kemudian berpindah ke daerah genital Anda.
Buruknya gaya hidup seseorang dapat menjadi penunjang meningkatnya jumlah penderita kanker ini. Kebiasaan merokok, kurang mengkonsumsi vitamin C, vitamin E dan asam folat dapat menjadi penyebabnya. Jika mengkonsumsi makanan bergizi akan membuat daya tahan tubuh meningkat dan dapat mengusir virus HPV.
Risiko menderita kanker serviks adalah wanita yang aktif berhubungan seks sejak usia sangat dini, yang sering berganti pasangan seks, atau yang berhubungan seks dengan pria yang suka berganti pasangan. Faktor penyebab lainnya adalah menggunakan pil KB dalam jangka waktu lama atau berasal dari keluarga yang memiliki riwayat penyakit kanker.
Sering kali, pria yang tidak menunjukkan gejala terinfeksi HPV itulah yang menularkannya kepada pasangannya. Seorang pria yang melakukan hubungan seks dengan seorang wanita yang menderita kanker serviks, akan menjadi media pembawa virus ini. Selanjutnya, saat pria ini melakukan hubungan seks dengan istrinya, virus tadi dapat berpindah kepada istrinya dan menginfeksinya.

Deteksi Kanker Serviks

Bagaimana cara mendeteksi bahwa seorang wanita terinfeksi HPV yang menyebabkan kanker serviks? Gejala seseorang terinfeksi HPV memang tidak terlihat dan tidak mudah diamati. Cara paling mudah untuk mengetahuinya dengan melakukan pemeriksaan sitologis leher rahim. Pemeriksaan ini saat ini populer dengan nama Pap smear atau Papanicolaou smear yang diambil dari nama dokter Yunani yang menemukan metode ini yaitu George N. Papanicolaou. Namun, ada juga berbagai metode lainnya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV dan kanker serviks seperti berikut:

IVA
IVA yaitu singkatan dari Inspeksi Visual dengan Asam asetat. Metode pemeriksaan dengan mengoles serviks atau leher rahim dengan asam asetat. Kemudian diamati apakah ada kelainan seperti area berwarna putih. Jika tidak ada perubahan warna, maka dapat dianggap tidak ada infeksi pada serviks. Anda dapat melakukan di Puskesmas dengan harga relatif murah. Ini dapat dilakukan hanya untuk deteksi dini. Jika terlihat tanda yang mencurigakan, maka metode deteksi lainnya yang lebih lanjut harus dilakukan.

Pap smear
Metode tes Pap smear yang umum yaitu dokter menggunakan pengerik atau sikat untuk mengambil sedikit sampel sel-sel serviks atau leher rahim. Kemudian sel-sel tersebut akan dianalisa di laboratorium. Tes itu dapat menyingkapkan apakah ada infeksi, radang, atau sel-sel abnormal. Menurut laporan sedunia, dengan secara teratur melakukan tes Pap smear telah mengurangi jumlah kematian akibat kanker serviks.
Beberapa faktor yang dapat memberikan indikasi diketemukannya penampakan 'Pap Smear' yang abnormal adalah:

1. Unsatisfactory 'Pap Smear'
Pada kasus ini, berarti pegawai di Lab tersebut tidak bisa melihat sel-sel leher rahims anda dengan detail sehingga gagal untuk membuat suatu laporan yang komprehensive kepada dokter anda. Jika kasus ini menimpa anda sebaiknya anda datang lagi untuk pemeriksaan 'Pap Smear' pada waktu yang akan ditentukan oleh dokter anda.

2. Jika ada infeksi atau inflamasi
Kadang-kadang pada pemeriksaan 'Pap Smear' memberikan penampakan terjadinya inflamasi. Ini berarti bahwa sel-sel di dalam leher rahims mengalami suatu iritasi yang ringan sifatnya. Memang kadang-kadang inflamasi dapat kita deteksi melalui pemeriksaan 'Pap Smear', biarpun kita tidak merasakan keluhan-keluhan karena tidak terasanya gejala klinis yang ditimbulkannya. Sebabnya bermacam-macam. Mungkin telah terjadi infeksi yang dikarenakan oleh bakteri, atau karena jamur'. Konsultasikan dengan dokter anda mengenai masalah ini beserta pengobatannya jika diperlukan. Tanyakan kapan anda harus menjalani 'Pap Smear' lagi.

3. Atypia atau Minor Atypia
Yang dimaksud dengan keadaan ini adalah jika pada pemeriksaan 'Pap Smear' terdeteksi perubahan-perubahan sel-sel leher rahims, tetapi sangat minor dan penyebabnya tidak jelas. Pada kasus ini, biasanya hasilnya dilaporkan sebagai 'atypia'. Biasanya terjadinya perubahan penampakan sel-sel tersebut dikarenakan adanya peradangan, tetapi tidak jarang pula karena infeksi virus. Karena untuk membuat suatu diagnosa yang definitif tidak memungkinkan pada tahap ini, dokter anda mungkin akan merekomendasikan anda untuk menjalani pemeriksaan lagi dalam waktu enam bulan. Pada umumnya, sel-sel tersebut akan kembali menjadi normal lagi. Jadi, adalah sangat penting bagi anda untuk melakukan 'Pap Smear' lagi untuk memastikan bahwa kelainan-kelainan yang tampak pada pemeriksaan pertama tersebut adalah gangguan yang tidak serius. Jika hasil pemeriksaan menghasilkan hasil yang sama maka anda mungkin disarankan untuk menjalani kolposkopi.

Thin prep
Metode Thin prep lebih akurat dibanding Pap smear. Jika Pap smear hanya mengambil sebagian dari sel-sel di serviks atau leher rahim, maka Thin prep akan memeriksa seluruh bagian serviks atau leher rahim. Tentu hasilnya akan jauh lebih akurat dan tepat.

• Kolposkopi

Jika semua hasil tes pada metode sebelumnya menunjukkan adanya infeksi atau kejanggalan, prosedur kolposkopi akan dilakukan dengan menggunakan alat yang dilengkapi lensa pembesar untuk mengamati bagian yang terinfeksi. Tujuannya untuk menentukan apakah ada lesi atau jaringan yang tidak normal pada serviks atau leher rahim. Jika ada yang tidak normal, biopsi — pengambilan sejumlah kecil jaringan dari tubuh — dilakukan dan pengobatan untuk kanker serviks segera dimulai.
Kolposkopi adalah suatu prosedur pemeriksaan vagina dan leher rahims oleh seorang dokter yang berpengalaman dalam bidang tersebut. Dengan memeriksa permukaan leher rahims, dokter akan menentukan penyebab abnormalitas dari sel-sel leher rahims seperti yang dinyatakan dalam pemeriksaan 'Pap Smear'. Cara pemeriksaan kolposkopi adalah sebagai berikut: dokter akan memasukkan suatu cairan kedalam vagina dan memberi warna saluran leher rahims dengan suatu cairan yang membuat permukaan leher rahims yang mengandung sel-sel yang abnormal terwarnai.. Kemudian dokter akan melihat kedalam saluran leher rahims melalui sebuah alat yang disebut kolposkop. Kolposkop adalah suatu alat semacam mikroskop binocular yang mempergunakan sinar yang kuat dengan pembesaran yang tinggi.
Jika area yang abnormal sudah terlokalisasi, dokter akan mengambil sampel pada jaringan tersebut (melakukan biopsi) untuk kemudian dikirim ke lab guna pemeriksaan yang mendetail dan akurat. Pengobatan akan sangat tergantung sekali pada hasil pemeriksaan kolposkopi anda.

Mengobati Kanker Serviks
Jika terinfeksi HPV, jangan cemas, karena saat ini tersedia berbagai cara pengobatan yang dapat mengendalikan infeksi HPV. Beberapa pengobatan bertujuan mematikan sel-sel yang mengandung virus HPV.
Jika kanker serviks sudah sampai ke stadium lanjut, maka akan dilakukan terapi kemoterapi. Pada beberapa kasus yang parah mungkin juga dilakukan histerektomi yaitu operasi pengangkatan rahim atau kandungan secara total. Tujuannya untuk membuang sel-sel kanker serviks yang sudah berkembang pada tubuh.
Namun, mencegah lebih baik daripada mengobati. Karena itu, bagaimana cara mencegah terinfeksi HPV dan kanker serviks? Berikut ini beberapa cara yang dapat Anda lakukan untuk mencegah kanker serviks.

Pengobatan

Seperti pada kejadian penyakit yang lain, jika perubahan awal dapat dideteksi seawal mungkin, tindakan pengobatan dapat diberikan sedini mungkin. Jika perubahan awal telah diketahui pengobatan yang umum diberikan adalah dengan:
1. Pemanasan, diathermy atau dengan sinar laser.
2. Cone biopsi, yaitu dengan cara mengambil sedikit dari sel-sel leher rahim, termasuk sel yang mengalami perubahan. Tindakan ini memungkinkan pemeriksaan yang lebih teliti untuk memastikan adanya sel-sel yang mengalami perubahan. Pemeriksaan ini dapat dilakukan oleh ahli kandungan.

Jika perjalanan penyakit telah sampai pada tahap pre-kanker, dan kanker leher rahim telah dapat diidentifikasi, maka untuk penyembuhan, beberapa hal yang dapat dilakukan adalah:
1. Operasi, yaitu dengan mengambil daerah yang terserang kanker, biasanya uterus beserta leher rahimnya.
2. Radioterapi yaitu dengan menggunakan sinar X berkekuatan tinggi yang dapat dilakukan secara internal maupun eksternal.

Mencegah Kanker Serviks
Meski kanker serviks menakutkan, namun kita semua bisa mencegahnya. Anda dapat melakukan banyak tindakan pencegahan sebelum terinfeksi HPV dan akhirnya menderita kanker serviks. Beberapa cara praktis yang dapat Anda lakukan dalam kehidupan sehari-hari antara lain:
• Miliki pola makan sehat, yang kaya dengan sayuran, buah dan sereal untuk merangsang sistem kekebalan tubuh. Misalnya mengkonsumsi berbagai karotena, vitamin A, C, dan E, dan asam folat dapat mengurangi risiko terkena kanker leher rahim.
• Hindari merokok. Banyak bukti menunjukkan penggunaan tembakau dapat meningkatkan risiko terkena kanker serviks.
• Hindari seks sebelum menikah atau di usia sangat muda atau belasan tahun.
• Hindari berhubungan seks selama masa haid terbukti efektif untuk mencegah dan menghambat terbentuknya dan berkembangnya kanker serviks.
• Hindari berhubungan seks dengan banyak partner.
• Secara rutin menjalani tes Pap smear secara teratur. Saat ini tes Pap smear bahkan sudah bisa dilakukan di tingkat Puskesmas dengan harga terjangkau.
• Alternatif tes Pap smear yaitu tes IVA dengan biaya yang lebih murah dari Pap smear. Tujuannya untuk deteksi dini terhadap infeksi HPV.
• Pemberian vaksin atau vaksinasi HPV untuk mencegah terinfeksi HPV.
• Melakukan pembersihan organ intim atau dikenal dengan istilah vagina toilet. Ini dapat dilakukan sendiri atau dapat juga dengan bantuan dokter ahli. Tujuannya untuk membersihkan organ intim wanita dari kotoran dan penyakit.

Hidup Sehat Tanpa Kanker Serviks

Kanker serviks bisa dicegah dan bisa diobati. Deteksi sejak dini dan rutin melakukan Pap smear akan memperkecil risiko terkena kanker serviks. Ubah gaya hidup Anda dan juga pola makan Anda agar terhindar dari penyakit yang membunuh banyak wanita di dunia ini. Dengan demikian, maka kesehatan serviks atau leher rahim lebih terjamin. Dengan penanganan yang tepat, kanker serviks bukanlah sesuatu yang menakutkan.

Daftar pustaka
• Canavan TP, Doshi NR. Cervical cancer. Am Fam Physician 2000;61:1369-76. Fulltext. PMID 10735343.
• Castellsagué X, Bosch FX, Munoz N, Meijer CJ, Shah KV, de Sanjose S, Eluf-Neto J, Ngelangel CA, Chichareon S, Smith JS, Herrero R, Moreno V, Franceschi S; International Agency for Research on Cancer Multicenter Cervical Cancer Study Group. Male circumcision, penile human Papillomavirus infection, and cervical cancer in female partners. N Engl J Med 2002;346:1105-12. Fulltext. PMID 11948269.
• Heins HC, Dennis EJ, Pratt-Thomas HR. The possible role of smegma in carcinoma of the cervix. Am J Obstet Gynec 1958:76;726-735. PMID 13583012.
• Harper DM, Franco EL, Wheeler C, Ferris DG, Jenkins D, Schuind A, Zahaf T, Innis B, Naud P, De Carvalho NS, Roteli-Martins CM, Teixeira J, Blatter MM, Korn AP, Quint W, Dubin G; GlaxoSmithKline HPV Vaccine Study Group. Efficacy of a bivalent L1 virus-like particle vaccine in prevention of infection with human papillomavirus types 16 and 18 in young women: a randomised controlled trial. Lancet 2004;364(9447):1757-65. PMID 15541448.
• Menczer J. The low incidence of cervical cancer in Jewish women: has the puzzle finally been solved? Isr Med Assoc J 2003;5:120-3. PDF. PMID 12674663.
• Lehtinen M, Dillner J. Preventive human papillomavirus vaccination. Sex Transm Infect 2002;78:4-6. Fulltext. PMID 11872848.
• Peto J, Gilham C, Fletcher O, Matthews FE. The cervical cancer epidemic that screening has prevented in the UK. Lancet 2004;364:249-56. PMID 15262102.
• Snijders PJ, Steenbergen RD, Heideman DA, Meijer CJ. HPV-mediated cervical carcinogenesis: concepts and clinical implications J Pathol. 2006;208:152-64. PMID 16362994.
• Walboomers JM, Jacobs MV, Manos MM, Bosch FX, Kummer JA, Shah KV, Snijders PJ, Peto J, Meijer CJ, Munoz N. Human papillomavirus is a necessary cause of invasive cervical cancer worldwide. J Pathol 1999;189:12-9. PMID 10451482.
• International Angency for Research on Cancer, Lyons, France [1] The 7 most common types of HPV virus.

Rabu, 17 Februari 2010

Sekapur Sirih

Assalamu'alaikum wr.wb...
ini tulisan pertama dari blog pertama yang saya buat.
semoga blog ini dapat bermanfaat untuk saya pribadi dan juga teman-teman saya yang telah banyak memberikan inspirasi kepada saya selama ini.
dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim.....
blog ini resmi saya BUKA.
(Alhamdulillahirabbil'alamiin...)