Senin, 26 Juli 2010

Demam Chikungunya

oleh: Eppy (Bagian Penyakit Dalam RS Persahabatan Jakarta)
Dikutip dari Jurnal Kedokteran MEDICINUS

Pendahuluan
Demam chikungunya merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), yang ditularkan lewat gigitan nyamuk Aedes. Berbeda dengan demam berdarah dengue, pada demam chikungunya tidak ditemukan adanya perdarahan hebat, syok, maupun kematian. Manifestasi klinisnya berlangsung antara 3-10 hari, yang ditandai oleh demam,
Nyeri sendi, nyeri otot, ruam makulopapuler, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, limfadenopati servikal, dan fotofobia. Penyakit ini bersifat self-limiting, sehingga tidak ada terapi spesifik, hanya suportif dan simtomatik.

Epidemiologi
Distribusi geografis demam chikungunya saat ini meliputi daerah tropis Subsahara Afrika (termasuk Afrika Barat, Tengah dan Selatan), Asia, serta Amerika Selatan. Berbagai wabah demam chikungunya dilaporkan terjadi selama abad ke-20 lalu.5 Infeksi chikungunya juga terdokumentasi secara serologis di Afrika, India, dan Asia Tenggara.

Etiologi
Demam chikungunya disebabkan oleh virus chikungunya (CHIKV), yang disebut juga Buggy Creek virus. Virus ini termasuk dalam genus Alphavirus dari famili Togaviridae. Selain virus chikungunya,terdapat juga anggota Alphavirus lainnya yang dapat menyebabkan demam, ruam, dan artralgia, seperti virus O’nyong-nyong, Mayaro, Barmah Forest, Ross River, dan Sindbis. Virus chikungunya paling dekat hubungannya dengan virus O’nyong-nyong, meskipun secara genetik berbeda.1 Virus chikungunya terdiri dari 1 molekul single strand RNA, yang dibungkus oleh membran lipid, berbentuk spherical dan pleomorphic,dengan diameter ± 70 nm. Pada permukaan envelope didapatkan glikoprotein, yang terdiri dari 2 protein virus berbentuk heterodimer. Nucleocapsids virus ini isometrik dengan diameter 40 nm.1 Sekuens genom lengkapnya terdiri dari 11.805 nukleotida.8 Virus ini berkembangbiak dalam sitoplasma sel inangnya.
Virus dapat menyerang manusia dan hewan. Virus ini berpindah dari satu penderita ke penderita lain melalui gigitan nyamuk, terutama dari genus Aedes, seperti Aedes aegypti. Nyamuk Aedes aegypti (yang juga menularkan demam dengue dan demam kuning) merupakan vektor utama untuk demam chikungunya. Virus yang ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti ini akan berkembang biak di dalam tubuh manusia. Virus dapat menyerang semua usia, baik anak-anak maupun dewasa.

Patogenesis
Virus chikungunya ditemukan dalam kelenjar nyamuk vektor. Jumlah virus yang dapat memperbanyak diri pada nyamuk dari berbagai strain sangat bervariasi, yakni antara 1046–1074 PFU setiap nyamuk.Pada manusia, virus chikungunya sudah dapat menimbulkan
penyakit dalam 2 hari sesudah gigitan nyamuk. Penderita mengalami viremia yang tinggi dalam 2 hari pertama sakit. Viremia berkurang pada hari ke-3 atau ke-4 demam, dan biasanya menghilang pada hari ke-5. Silent infection dapat terjadi, akan tetapi bagaimana hal itu bisa terjadi belum dapat dimengerti.
Antibodi yang timbul dari penyakit ini membuat penderita kebal terhadap serangan virus selanjutnya. Oleh karena itu perlu waktu panjang bagi penyakit ini untuk merebak kembali. Infeksi akut ditandai dengan timbulnya IgM terhadap IgG antichikungunya yang diproduksi sekitar 2 minggu sesudah infeksi.

Manifestasi Klinis
Demam chikungunya merupakan infeksi viral akut dengan onset mendadak.1,6 Masa inkubasinya berkisar antara 2-20 hari, namun biasanya 3-7 hari. Manifestasi klinis berlangsung 3-10 hari, yang ditandai oleh demam, nyeri sendi (artralgia), nyeri otot (mialgia), rash (ruam) makulopapuler, sakit kepala, rasa lemah, mual, muntah, limfadenopati servikal,dan fotofobia.
Demam timbul mendadak tinggi, biasanya sampai 39-40°C, disertai menggigil intermiten.
Fase akut ini menetap selama 2 atau 3 hari. Temperatur dapat kembali naik selama 1 atau 2 hari sesudah suatu gap selama 4-10 hari, menghasilkan kurve demam pelana kuda (saddle back fever curve).
Nyeri sendi biasanya berat, dapat menetap,mengenai banyak sendi (poliartikular), berpindah-pindah, terutama pada sendi-sendi kecil tangan (metakarpofalangeal), pergelangan tangan, siku, pergelangan kaki dan kaki dengan gejala yang lebih ringan pada sendi-sendi yang lebih besar. Karena rasa nyeri yang hebat, penderita seolah sampai tidak dapat berjalan. Gejala-gejala akut nyeri sendi umumnya berlangsung tidak lebih dari 10 hari. Pasien dengan manifestasi artikuler yang lebih ringan biasanya bebas gejala dalam beberapa mingggu, tetapi pada kasus-kasus yang lebih berat memerlukan waktu beberapa bulan untuk menghilang seluruhnya.
Karena gejala yang khas adalah timbulnya rasa pegal-pegal, ngilu, juga timbul rasa sakit pada tulang-tulang, maka ada yang menamainya sebagai demam tulang atau flu tulang. Kulit dan konjungtiva juga tampak memerah. Petekia atau ruam makulopapuler dapat dijumpai pada awal atau setelah beberapa hari perjalanan penyakit. Biasanya timbul bersamaan dengan penurunan demam yang biasanya terjadi pada hari ke-2 atau ke-3 sakit. Ruam paling banyak dijumpai pada lengan dan tungkai, serta dapat
berskuama.
Selama penyakit akut, sebagian besar pasien mengeluh sakit kepala, tetapi biasanya tidak berat. Fotofobia ringan dan nyeri retro-orbita juga dapat terjadi. Injeksi konjungtiva juga terlihat pada beberapa kasus. Pada beberapa pasien didapatkan adanya faringitis. Gejala infeksi saluran pernafasan bagian atas juga bisa dijumpai. Kadangkadang timbul rasa mual sampai muntah. Uji torniquet jarang didapatkan positif. Pada beberapa pasien dapat terjadi perdarahan minor seperti epistaksis atau perdarahan gusi.

Diagnosis
Berbagai pemeriksaan laboratorium tersedia untuk membantu menegakkan diagnosis, seperti isolasi virus dari darah, tes serologi klasik seperti uji hambatan aglutinasi/HI (Charles & Casals), complement fixation/CF (Futton & Dumbell), dan serum netralisasi; tes serologi modern dengan tehnik IgM capture ELISA (enzyme-linked immunosorbent assay); tehnik super modern dengan pemeriksaan PCR; serta teknik yang paling baru dengan RT-PCR (2002).
Dengan menggunakan tes serologi klasik diagnosis sangat tergantung pada penemuan peningkatan titer antibodi sesudah sakit. Biasanya pada serum yang diambil saat hari ke-5 demam tidak ditemukan antibodi HI, CF ataupun netralisasi. Antibodi netralisasi
dan HI baru ditemukan pada serum yang diambil saat 2 minggu atau lebih sesudah serangan panas timbul. Diagnosis yang akurat dapat diperoleh dari serum yang diambil sesudah sakit dengan metode IgM capture ELISA. Isolasi virus dapat dibuat dengan menyuntikan serum akut dari kasus tersangka pada mencit atau kultur jaringan.1,8
Diagnosis pasti adanya infeksi virus chikungunya ditegakkan bila didapatkan salah satu hal berikut:
1. Peningkatan titer antibodi 4 kali lipat pada uji hambatan aglutinasi
(HI)
2. Virus chikungunya (CHIKV) pada isolasi virus
3. IgM capture ELISA
Diagnosis serologi dapat ditegakkan bila didapatkan peningkatan kadar antibodi 4 kali lipat antara serum fase akut dan konvalesensi atau didapatkannya antibodi IgM spesifik terhadap virus chikungunya (CHIKV). Tes serodiagnostik memperlihatkan peningkatan titer IgG CHIKV 4 kali lipat antara serum fase akut dan konvalesen. Akan tetapi, pengambilan serum berpasangan biasanya tidak dilakukan. Sebagai alternatif, dapat dilakukan pemeriksaan IgM spesifik terhadap virus chikungunya pada serum fase akut bila serum berpasangan tidak dapat dikumpulkan. Tes yang biasa digunakan
adalah IgM capture ELISA (MAC-ELISA). Hasil MAC-ELISA dapat diperoleh dalam 2-3 hari. Reaksi silang dengan antibodi Flavivirus, seperti O’nyong-nyong dan Semliki Forest terjadi pada pemeriksaan MAC-ELISA. Akan tetapi virus-virus tersebut relatif jarang di Asia Tenggara. Bila diperlukan konfirmasi lebih lanjut dapat dilakukan tes
neutralisasi dan Hemagglutination Inhibition Assay (HIA).
Isolasi virus merupakan tes definitif terbaik. Untuk pemeriksaan ini diperlukan whole blood sebanyak 2-5 ml yang dimasukkan dalam tabung berheparin. Sampel diambil saat minggu pertama sakit, dibawa dengan es ke laboratorium. Virus chikungunya akan
memberikan efek cytopathic terhadap berbagai dinding sel seperti sel BHK-21, HeLa dan Vero. Efek cytopathic itu harus dikonfirmasi dengan antiserum spesifik dan hasilnya dapat diperoleh dalam 1-2 minggu. Isolasi virus dilakukan di laboratorium BSL-3 untuk mengurangi risiko transmisi virus.1,8 Pemeriksaan kultur virus yang positif dilengkapi dengan neutralisasi memberikan diagnosis definitif adanya virus chikungunya.

Penatalaksanaan
Penyakit ini bersifat self-limiting sehingga tidak ada terapi spesifik, hanya suportif dan simtomatik, yakni dengan istirahat, analgetik non-aspirin (ibuprofen,
naproksen, natrium diklofenak, atau parasetamol), pemberian cairan (atasi dehidrasi), makanan bergizi serta mengatasi kejang.
Untuk memperbaiki keadaan umum, penderita dianjurkan makan makanan yang bergizi, cukup karbohidrat dan terutama protein serta minum sebanyak mungkin. Perbanyak mengkonsumsi buah-buahan segar atau minum jus buah segar. Pemberian vitamin diperlukan untuk meningkatkan daya tahan tubuh. Daya tahan tubuh yang baik dan istirahat cukup bisa mempercepat penyembuhan penyakit. Minum banyak juga dianjurkan untuk mengatasi kebutuhan cairan yang meningkat selama demam. Belum ada antiviral untuk virus chikungunya. Penggunaan antibiotik untuk mencegah infeksi sekunder tidak bermanfaat.
Masa konvalesen dapat berlangsung lama (1 tahun atau lebih) sehingga diperlukan obat antiinflamasi non-steroid jangka panjang dan rehabilitasi. Pemberian aspirin sebaiknya dihindari karena akan meningkatkan risiko terjadinya perdarahan ataupun sindrom Reye. Pemberian steroid juga tidak dianjurkan.1 Pada artritis refrakter yang tidak berkurang dengan pemberian obat antiinflamasi non-steroid, klorokuin 250 mg direkomendasikan.1,8 Dalam uji terbuka, klorokuin dapat memperbaiki gejala pasien dengan artritis kronik sesudah infeksi virus chikungunya, tetapi perlu dibuktikan menggunakan uji dengan kontrol.

Prognosis
Prognosis penderita demam chikungunya cukup baik sebab penyakit ini tidak menimbulkan kematian. Belum ada penelitian yang secara jelas memperlihatkan bahwa demam chikungunya dapat secara langsung menyebabkan kematian. Karena infeksi virus chikungunya baik klinis ataupun silent akan memberikan imunitas seumur hidup, maka penyakit ini sulit menyerang penderita yang sama. Tubuh penderita akan membentuk antibodi yang akan membuatnya kebal terhadap serangan virus ini di kemudian hari.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar